JAKARTA, KOMPAS.com — Survei sejumlah lembaga menempatkan
Joko Widodo alias Jokowi sebagai kandidat calon presiden dengan tingkat
elektabilitas tertinggi. Bahkan, hasil dari survei yang dilakukan
Litbang
Kompas menunjukkan, dalam enam bulan elektabilitas
Jokowi melejit 100 persen. Akan tetapi, PDI Perjuangan belum memberikan
tanda-tanda merespons aspirasi publik ini dengan sinyal akan mengusung
Jokowi pada Pemilihan Presiden 2014. Kenapa?
"Inilah ujian untuk
Jokowi dan kader-kader lain, untuk melihat sejauh mana ketaatan seorang
kader, loyalitasnya," ujar Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu)
PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senin
(26/8/2013).
Ia mengatakan, naiknya elektabilitas Jokowi tak
mengherankan. Menurutnya, hal itu buah dari kinerja Jokowi yang kini
menjabat Gubernur DKI Jakarta. Namun, kata dia, yang berjuang bagi PDI
Perjuangan bukan hanya Jokowi.
"Masih banyak kader lainnya yang
juga berjuang untuk partai. Kalau misalnya Jokowi diterima publik, ya
baguslah," ujar mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri
ini.
Oleh karena itu, Hasanuddin mengatakan, partainya masih
berhitung untung dan rugi dalam mencalonkan Jokowi sebagai presiden. Ia
memastikan bahwa partainya tidak terlalu berpatokan pada hasil survei.
"Kami punya banyak faktor dan kami banyak pengalaman," kata dia.
PDI Perjuangan, lanjutnya, menunggu
timing yang tepat. Pengambilan keputusan yang terburu-buru dianggap tidak akan membuahkan hasil yang bagus.
"Ini seperti strategi perang. Dalam perang itu, diskusi dulu. Kita
rundingkan di mana hambatannya. Lalu kita hitung untung dan ruginya,"
kata Hasanuddin.
Jokowi melesatHasil survei Litbang
Kompas
menunjukkan popularitas Joko Widodo (Jokowi) dibandingkan dengan sosok
lainnya mengindikasikan kian menguatnya tuntutan masyarakat terhadap
kehadiran generasi kepemimpinan politik nasional baru yang tidak
bersifat artifisial. Kesimpulan demikian tampak dari dua hasil survei
opini publik yang dilakukan secara berkala (
longitudinal survey) terhadap 1.400 responden—calon pemilih dalam Pemilu 2014—yang terpilih secara acak di 33 provinsi.
KOMPAS
Survei terbaru yang dilakukan Kompas menunjukkan tingkat keterpilihan
Jokowi mencapai 32,5 persen. Proporsi itu meningkat hampir dua kali
lipat dibandingkan dengan tingkat keterpilihannya pada Desember 2012.
Hasil survei menunjukkan, semakin besar proporsi calon pemilih yang
jelas menyatakan pilihannya terhadap sosok pemimpin nasional yang mereka
kehendaki. Sebaliknya, semakin kecil proporsi calon pemilih yang belum
menyatakan pilihan dan semakin kecil pula proporsi calon pemilih yang
enggan menjawab (menganggap rahasia) siapa sosok calon presiden yang ia
harapkan memimpin negeri ini.
Besarnya proporsi pemilih yang
sudah memiliki preferensi terhadap sosok calon presiden secara
signifikan hanya bertumpu kepada lima nama: Joko Widodo, Prabowo
Subianto, Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, dan Jusuf Kalla. Pada
survei terakhir (Juni 2013), lima sosok itu mampu menguasai dua pertiga
responden. Sisanya (18,2 persen) tersebar pada 16 sosok calon presiden
lainnya.
Dibandingkan dengan survei pada Desember 2012, ruang
gerak penguasaan ke-16 sosok "papan bawah" popularitas ini relatif
stagnan, yang menandakan kecilnya peluang lonjakan mobilitas setiap
sosok ke papan atas (lihat grafik). Dari kelima sosok yang berada pada
papan atas popularitas capres, kemunculan Jokowi sebagai generasi baru
dalam panggung pencarian sosok pemimpin nasional menarik dicermati. Ia
langsung menempati posisi teratas dengan selisih yang terpaut cukup jauh
dengan keempat calon lain yang namanya sudah menasional selama ini.
Saat
ini, tingkat keterpilihan Jokowi mencapai 32,5 persen. Proporsi itu
meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tingkat
keterpilihannya pada Desember 2012. Di sisi lain, tingkat penolakan
responden terhadap dirinya tampak minim dan semakin kecil. Dari seluruh
responden, yang secara ekstrem tidak menghendaki dirinya menjadi
presiden hanya di bawah 5 persen.
Sebaliknya, saat ini basis
dukungan terhadap Jokowi makin luas. Ia makin diminati oleh beragam
kalangan, baik dari sisi demografi, sosial ekonomi, maupun latar
belakang politik pemilih. Dari sisi demografi, misalnya, dukungan dari
kalangan beragam usia, jenis kelamin, ataupun domisili responden Jawa
maupun luar Jawa bertumpu kepadanya.
Sosoknya juga populer tidak
hanya bagi kalangan ekonomi bawah, tetapi juga kalangan menengah hingga
atas. Ia pun diminati oleh beragam latar belakang pemilih partai
politik, tidak hanya tersekat pada para simpatisan PDI Perjuangan,
partai tempatnya bernaung. Bagi responden pendukungnya, paduan antara
karakteristik persona yang dimiliki dan kompetensi yang ditunjukkan
Jokowi selama ini menjadi alasan utama mereka menyandarkan pilihan.
Ketulusan, kepolosan, dan kesederhanaan yang ditunjukkan Jokowi menjadi
modal kepribadian yang memikat publik.
Sisi kepribadian tersebut
berpadu dengan kompetensi yang ditunjukkan selama ini dalam langkah
politiknya. Ia tidak bersifat elitis, gemar turun langsung memotret
persoalan. Sebagai pemimpin lokal, ia produktif mengeluarkan kebijakan
yang berpihak kepada rakyat dan mencoba konsisten menyelesaikan
permasalahan. Paduan antara sosok kepribadian dan tindakannya yang
dinilai publik tidak artifisial ini mendapatkan tempat yang tepat di
saat bangsa tengah merindukannya.